KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan mengeluarkan aturan baru terkait tes antigen untuk diagnosis Covid-19. Ini menjadi salah satu berita populer Sains edisi Kamis, (29/7/2021).
Selain itu, ahli mengungkap bahwa antibodi dari vaksin Sinovac memang turun setelah 6 bulan disuntik. Namun, hal ini dinilai masih cukup untuk melawan virus corona.
Tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia terbilang sangat tinggi, mencapai 36 persen. Apa sih penyebabnya dan apa yang harus dilakukan?
Perhitungan epidemiolog tentang Indonesia bisa jadi negara terakhir yang keluar dari krisis pandemi juga turut menjadi berita Sains yang paling banyak dibaca.
Baca juga: POPULER SAINS: Penularan Covid-19 Lewat Jenazah Belum Terbukti | Mengubah Persepsi Orang yang Tak Percaya Corona
Berikut rangkumannya:
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
1. Panduan terbaru tes Covid-19
Testing dan tracing Covid-19 di Indonesia dinilai masih cukup lambat. Untuk mempercepat penemuan kasus, maka Kementerian Kesehatan membolehkan diagnosis Covid-19 cukup dengan tes antigen.
Kebijakan tersebut tercantum dalam surat edaran Kementerian Kesehatan Nomor: H.K.02.02/II/1918/2021 tentang Percepatan Pemeriksaan dan Pelacakan Dalam Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang ditetapkan pada 23 Juli 2021.
Dikutip dari situs Kementerian Kesehatan, instruksi tersebut disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan, baik provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia.
Kebijakan tersebut dilakukan sebagai langkah untuk meningkatkan testing dan tracing Covid-19 di masa PPKM.
Sebelumnya, dr Adam Prabata PhD Candidate in Medical Science at Kobe University, Jepang mengunggah postingan tentang Hasil Tes Antigen Saya Positif: Perlukah Saya Cek PCR Lagi, di akun Instagram pribadinya, @adamprabata.
Dalam unggahan tersebut, Adam menyimpulkan bahwa tes antigen positif, bisa langsung dianggap sebagai pasien Covid-19, tanpa perlu dikonfirmasi dengan tes PCR lagi.
Artinya, diagnosis dari hasil tes antigen yang menunjukkan positif, maka cukup untuk menyatakan orang tersebut sebagai pasien Covid-19. Hal itu berlaku pada kondisi:
- Suspek Covid-19
- Probable Covid-19
- Tidak bergejala, namun ada kontak erat dengan pasien konfirmasi atau probable Covid-19.
Selengkapnya baca di sini:
Tes Antigen untuk Diagnosis Covid-19, Aturan Baru Percepat Testing dan Tracing
2. Antibodi vaksin Sinovac menurun setelah 6 bulan
Vaksin sinovac dilaporkan mengalami penurunan antibodi setelah bulan pasca penyuntikan dosis vaksin kedua.
Sebelumnya, vaksin sinovac tercatat memiliki nilai antibodi yang bagus yang dipercaya bisa membuat seseorang mampu melawan virus SARS-CoV-2 yang masuk ke dalam tubuhnya. Kadar antibodi 28 hari setelah vaksin kedua adalah sebesar 39,6 sampai 49,1.
Angka tersebut sangat baik mengingat batas antibodi dinyatakan positif adalah 8.
Namun, setelah 6 bulan pemberian dosis kedua, ternyata antibodi turun hingga di bawah batas antibodi positif. Kadarnya hanya 4,1 sampai 6,7 saja.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada studi yang menyebutkan efektivitas vaksin sinovac setelah 6 hingga 8 bulan pasca penerimaan dosis kedua.
Selain itu, batas antibodi yang mampu memberikan perlindungan dari Covid-19 bergejala parah belum diketahui.
Sehingga masih terlalu dini untuk memutuskan apakah penurunan tersebut berarti terdapat penurunan efektivitas.
Selengkapnya baca di sini:
Antibodi Vaksin Sinovac Menurun Setelah 6 Bulan, Ini Faktanya
3. Penyebab tingkat kematian Covid-19 di Indonesia tinggi
Pemerintah mengatakan secara nasional terjadi peningkatan kasus kematian akibat Covid-19 mencapai 36 persen.
Hal ini pun dibenarkan oleh Ketua Departemen Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas), Irwandy, SKM, MScPH, MKes.
Irwandy bahkan menyebut bahwa jumlah kematian akibat Covid-19 di luar Pulau Jawa juga meningkat.
"Benar, angka kematian di Bulan Juli ini sangat tinggi, bahkan trendnya mulai bergeser ke daerah-daerah di Luar pulau Jawa juga saat ini," kata Irwandy kepada KOmpas.com, Kamis (29/7/2021). "Pemerintah dan pemerintah daerah harus waspada."
Apa penyebabnya? Baca di sini:
Tingkat Kematian Akibat Covid-19 di Indonesia Capai 36 Persen, Ini Penyebabnya
4. Indonesia bisa jadi negara terakhir yang keluar dari pandemi
Indonesia diprediksi akan menjadi negara terakhir di dunia yang keluar dari krisis pandemi Covid-19 jika tidak ada kebijakan strategis yang luar biasa pada pemulihan kesehatan, kata epidemilog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman.
Dicky menilai seluruh kebijakan pandemi Indonesia banyak dipengaruhi oleh kompromi politik dan ekonomi ketimbang kesehatan.
Ia mencontohkan, pemerintah ngotot menggelar pilkada serentak pada Desember 2020 meski banyak penolakan dari pakar kesehatan. Tapi di sisi lain, selalu lemah dalam pelaksanaan 3T (pengetesan, pelacakan, perawatan).
Pengamatannya hingga saat ini Indonesia masih berkutat pada rasio 1 banding 1 dalam melakukan pelacakan kontak erat Covid-19, jauh dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 1 banding 30.
"Di tahun pertama pemerintah meremehkan pandemi dan keputusan yang diambil tidak berbasis sains. Tahun kedua, mau jalan di dua kaki yaitu kesehatan dan ekonomi tapi tidak seimbang. Kesehatan berada di kaki yang lemah. Testing rendah, tracing sekadarnya, dilakukan pembatasan tapi sangat longgar," ujar Dicky Budiman kepada BBC News Indonesia, Selasa (27/7/2021).
Dicky memprediksi Indonesia akan menjadi negara terakhir di dunia yang keluar dari krisis pandemi Covid-19 jika tidak ada perubahan kebijakan strategis yang luar biasa.
Perubahan kebijakan strategis yang dimaksud Dicky dan digaungkan para ilmuwan sejak tahun lalu adalah menggenjot pengetesan dan pelacakan hingga tiga juta orang dalam sehari, menerapkan karantina wilayah, dan mempercepat vaksinasi.
Selengkapnya baca di sini:
Epidemiolog: Indonesia Bisa Jadi Negara Terakhir yang Keluar dari Krisis Covid-19
Adblock test (Why?)
[POPULER SAINS] Aturan Baru Tes Covid-19 | Indonesia Bisa Jadi Negara Terakhir Keluar dari Pandemi - Kompas.com - KOMPAS.com
Read More