KOMPAS.com - Peneliti berkata, virus flu lain bisa punah karena pandemi Covid-19. Penelitian virus flu musiman yang hilang dari radar itu dilakukan oleh ilmuwan Australia dan menjadi salah satu berita populer Sains akhir pekan.
Berita populer lainnya adalah adanya badai matahari yang tabrak bumi di akhir pekan ini. Dampak ledakan matahari di penghujung Halloween ini menyebabkan seperti lampu berkedip, suara-suara aneh di radio atau GPS yang terus berkedip.
Rotasi bumi yang melambat hingga pengembangan metode skrining kanker usus besar yang dilakukan mahasiswa UGM pun menjadi berita populer lain di akhir pekan ini.
Berikut rangkuman berita populer Sains sepanjang Sabtu (30/10/2021) hingga Minggu (31/10/2021).
Virus lain bisa punah karena pandemi Covid-19
Sejak pandemi Covid-19 mewabah di seluruh dunia dari awal tahun 2020 hingga saat ini, kasus flu musiman seolah tampak terus menurun di Amerika Serikat, dan hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Ada beberapa jenis virus flu yang beredar, namun kenyataannya, para ilmuwan menduga bahwa mungkin ada satu jenis virus flu yang telah punah, karena tidak ada penularan di antara manusia.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Salah satunya virus flu yang menyebabkan influenza B/Yamagata, adalah satu dari empat jenis virus musiman.
Akan tetapi, seperti dilansir dari Medical Xpress, Sabtu (30/10/2021), sejak penerapan lockdown selama pandemi Covid-19, jenis virus flu musiman ini tampaknya benar-benar hilang dari radar.
Hal itu baru-baru ini ditemukan dan dilaporkan sekelompok peneliti Australia dalam jurnal Nature Review.
Para peneliti mengatakan bahwa tidak ada strain virus B/Yamagata yang diisolasi atau diurutkan secara genetik dalam pelacakan kasus flu sejak Maret 2020, ketika lockdown Covid-19 dimulai.
Selengkapnya baca di sini:
Virus Flu Lain Mungkin Punah karena Pandemi Covid-19, Kok Bisa?
Letusan kuat dari suar Matahari atau badai Matahari tabrak Bumi di akhir pekan, tepat di penghujung Halloween. Dampak ledakan Matahari ini akan ini menyebabkan seperti lampu yang berkedip-kedip, suara-suara aneh di radio atau GPS yang terus berkedip.
Dilansir dari IFL Science, Sabtu (30/10/2021), pada tanggal 28 Oktober, Matahari melepaskan suar kelas X-1, yakni kelas paling intens dalam skala dan diarahkan menuju Bumi.
Ledakan Matahari atau letusan tersebut menyebabkan badai Matahari kecil di lintang yang lebih tinggi dan peristiwa radio yang kuat yang menghantam planet Bumi tepat di sekitar Amerika Selatan.
Kendati demikian, fenomena badai Matahari ini disertai dengan ejeksi massa koronal (CME) yang akan menghujani Bumi dengan partikel energik selama beberapa hari ke depan.
Peristiwa dari dampak badai Matahari atau ledakan Matahari ini pun akan menyebabkan beberapa gangguan.
Suar matahari adalah semburan radiasi yang kuat dari bintang Tata Surya kita. Ledakan-ledakan radiasi Matahari ini tidak dapat melewati atmosfer Bumi yang secara spesifik mengenai manusia di Bumi.
Selengkapnya baca di sini:
Ledakan Matahari yang Kuat Tabrak Bumi, Ini Dampak Radiasi Matahari pada Bumi
Rotasi bumi tahun 2021 melambat
Setelah pada tahun 2020, rotasi Bumi disebut berputar dengan cukup cepat. Namun anehnya tahun ini, para ilmuwan menemukan rotasi Bumi melambat di tahun 2021. Akan tetapi pencatat waktu mengatakan kita mungkin masih membutuhkan "detik kabisat negatif" dalam dekade berikutnya.
Dilansir dari Space, Kamis (29/10/2021), rata-rata, setiap hari Bumi berputar 86.400 detik. Akan tetapi, rotasi bumi tidak sempurna, rata-rata itu sedikit bervariasi sepanjang waktu tergantung pada pergerakan inti, lautan dan atmosfer.
Adapun rotasi Bumi adalah perputaran Bumi pada porosnya yang menyebabkan perubahan waktu siang dan malam.
Universal Coordinated Time (UTC), metode penunjuk waktu internasional resmi, didasarkan pada jam atom, yang mengukur waktu dengan pergerakan elektron dalam atom yang telah didinginkan hingga nol mutlak.
Jam atom tepat dan tidak berubah-ubah. Jadi ketika rotasi Bumi dan jam atom tidak cukup sinkron, maka ada sesuatu yang harus diberikan.
Terkait dampak rotasi Bumi melambat tahun 2021 ini, ketika waktu astronomis menyimpang dari UTC lebih dari 0,4 detik, UTC mendapat penyesuaian dalam bentuk "detik kabisat".
Selengkapnya baca di sini:
Rotasi Bumi di Tahun 2021 Disebut Melambat, Apa yang Terjadi?
Data Globocan tahun 2018 memaparkan bahwa kanker usus besar atau kanker kolorektal merupakan jenis kanker terbanyak kedua yang dialami pria Indonesia.
Itulah mengapa, sejak dini perlu dilakukan deteksi sehingga dapat membantu mengurangi risiko kanker usus besar dan menurunkan tingkat mortalitas akibat kanker ini.
Kini, sebuah terobosan baru untuk mendeteksi kanker usus besar dikembangkan oleh tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dikutip dari laman resmi UGM, Jumat (29/10/2021); metode skrining kanker usus besar (kolorektal) memanfaatkan bakteri probiotik Escherichia coli Nissle 1917 (EcN) termodifikasi.
Tim yang terdiri dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakar dan Keperawatan UGM serta Fakultas Farmasi ini menegaskan bahwa penelitian dengan bakteri tersebut mampu digunakan untuk mendeteksi sel kanker kolorektal.
Selengkapnya baca di sini:
Manfaatkan Bakteri, Mahasiswa UGM Kembangkan Metode Baru Skrining Kanker Usus Besar
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.[POPULER SAINS] Virus Flu Lain Mungkin Punah karena Pandemi | Dampak Ledakan Matahari Tabrak Bumi - Kompas.com - KOMPAS.com
Read More
No comments:
Post a Comment