KOMPASIANA---Sama seperti tahun sebelumnya, mengingat pandemi yang masih berlangsung, ada baiknya menghabiskan sebagian besar waktu di rumah.
Bukan hanya menjalani bulan Ramadhan untuk kedua kalinya di hanya di rumah, tapi banyak pelajaran yang bisa dilakukan agar tidak bosan.
Intinya, tentu saja, selama beraktivitas di rumah tidak mengurangi ibadah-ibadah kita supaya tetap maksimal.
Beragam cara bisa dilakukan dalam mengisi waktu selama di rumah seperti merawat tanaman hias hingga mencoba-coba sendiri membuat masakan yang diinginkan.
Tidak hanya itu, tahun ini juga kita mulai mengenal kegiatan baru: bukber (buka puasa bersama) virtual.
Inilah 5 konten terpopuler dan menarik di Kompasiana dalam sepekan.
1. Asyiknya Ramadan di Rumah Aja Sambil Belajar Menekuni Hobi Tanaman Hias
Tidak seperti orang lain yang sudah mulai mencoba menanam tanaman hias, kegiatan tersebut justru baru Kompasianer Sigit Eka Pribadi lakukan saat Ramadhan tahun ini.
Hal tersebut bermula ketika membantu ibunya menanam bibit-bibit bunga di rumah.
Samnbil membantu ibunya, Kompasianer Sigit Eka Pribadi juga sekalian diajarkan segala macam tentang cara menanam bunga: dari pot, tanah, sampai pupuk yang dipakai.
"Ternyata bercocok tanam ini asyik juga eh dan ada seninya, mulai dari nyiapin potnya, masukin tanahnya, nyungkil-nyungkil, pas nanemnya, ternyata nggak kerasa juga eh saya sudah berjam-jam," tulis Kompasianer Sigit Eka Pribadi. (Baca selengkapnya)
2. Bukber Virtual, Caranya Beda, tapi Problemnya Sama
Buka puasa bersama secara virtual sangat bisa dilakukan secara jarak jauh. Tinggal mengumpulkan orang-orang yang hendak bergabung dan menyepakati jadwalnya.
Adakah yang sudah pernah mencoba bukber virtual ini? Adakah yang berbeda dari kegiatan-kegiatan yang lazim saat bukber?
"Sejauh ini buka bersama secara virtual keluarga kami berlangsung seru. Apalagi dua keponakan kecil selalu ikut bergabung. Mereka berisik sekali, tapi menyenangkan," tulis Kompasianer Hendra Wardhana.
Rasa kangen dan kebutuhan untuk saling menguatkan menjalani puasa di tengah pandemi dan larangan mudik, lanjutnya, mendorong kita untuk menciptakan ruang makan bersama keluarga di jagat virtual. (Baca selengkapnya)
3. Awuk-awuk Ubi Kelapa, Nikmat Pangan Lokal untuk Berbuka
Jika ubi biasa diolah menjadi kolak saat bulan puasa ini, tapi Kompasianer Isnaini Khomarudin ingin membuat sesuatu yang berbeda: awuk-awuk ubi kelapa.
Ada 2 bahan berbeda untuk membuatnya, karena sesuai namanya ada ubi dan kelapa yang nanti digabung menjadi satu.
Bahan I
- 200 gr ubi ungu yang diparut kasar (gunakan ubi jenis lain jika tak ada)
- 50 gr gula pasir (kurangi jika pantangan manis)
- 50 gr tepung ketan
- 100 gr kelapa muda (juga diparut kasar)
Bahan II (dicampur jadi satu)
- 100 gr kelapa muda (bukan kelapa degan ya, juga diparut kasar agar lebih krenyes-krenyes)
- 1/2 sendok teh garam
Untuk cara membuatnya, silakan baca selengkapnya di sini.
4. Gili Trawangan, "Party Island" yang Mendunia
Tidak hanya pantai Senggigi dan Tanjung Aan, tapi di Lombok, Nusa Tenggara Barat, terdapat 3 gugusan gili seperti yang ditulis Kompasianer Tonny Syiariel.
Satu di antaranya yang terkenal adalah Gili Trawangan.
Dibandingkan dua pulau lainnya, Gili Meno dan Gili Air, maka Gili Trawangan yang paling mencuat di kancah pariwisata global.
Oleh karena itu tidak heran jika Gili Trawangan memiliki sebutan "The Most Sociable Island" oleh Lonely Planet.
"Gili Trawangan adalah satu-satunya pulau yang ketinggiannya cukup signifikan di atas permukaan laut. Pulau yang biasanya juga disebut "Gili T" hanya berukuran panjang 3 km dan lebar 2 km," tulis Kompasianer Tonny Syiariel. (Baca selengkapnya)
5. Posting Ungkapan Dukacita Nanggala 402, tapi Disusupi Promosi Jualan
Ungkapan dukacita mengalir kepada korban tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 di perairan Bali. Tragedi tersebut, tulis Kompasianer Efrem Siregar, telah menyisakan duka dan pelajaran.
Namun, ada yang lain di antara beragam ucapan duka tersebut yaitu ada maksud untuk sekalian promosi di baliknya.
Cafe tersebut dalam ungkapan belasungkawa turut mencantumkan logo, alamat lokasi usaha, akun Instagram dan jam operasional cafe.
"Mungkin manajemen cafe kurang menyadari bahwa konten dukacita memiliki batasan dan rambu-rambu yang harus diperhatikan," tulis Kompasianer Efrem Siregar.
Akan tetapi, lanjutnya, patokan baik atau buruknya bukan merujuk brand besar. Sebab perusahaan besar sekalipun bisa tergelincir akibat muatan iklan mereka. (Baca selengkapnya)
[POPULER DI KOMPASIANA] Asyiknya Ramadhan di Rumah | Bukber Virtual | Pesona Gili Trawangan - Kompas.com - Kompas.com
Read More
No comments:
Post a Comment